Awal budidaya laut atau marikultur di
Indonesia ditandai dengan adanya keberhasilan budidaya mutiara oleh
perusahaan Jepang pada tahun 1928 di Buton - Sulawesi Tenggara.
Selanjutnya, awal tahun 1970-an dilakukan percobaan dan pengembangan
budidaya rumput laut (Euchema sp.) di Pulau Samaringa - Sulawesi Tengah,
dengan adanya kerjasama antara Lembaga Penelitian Perikanan Laut dan
perusaan Denmark. Sementara itu, awal tahun 1980-an banyak pengusaha
ekspor ikan kerapu hidup di Kepulauan Riau membuat karamba jaring tancap
serta karamba jaring apung sebagai tempat penampungan ikan kerapu hidup
hasil tangkapan sebelum di ekspor ke Singapura dan Hongkong. Adapun
perkembangan budidaya laut khususnya dalam karamba jaring apung (KJA)
dipicu oleh keberhasilan pembenihan ikan bandeng dan ikan kerapu di
hatchery secara massal pada tahun 1990-an di Loka Penelitian Budidaya
Pantai di Gondol Bali.
Mengapa?
Banyak sekali tujuan yang menjadi target pencapaian dalam pelaksanaan budidaya laut, diantaranya adalah:
- Efektif dan efisien
- Menghasilkan komoditas yang lebih baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Dengan adanya metode budidaya yang sesuai
terhadap suatu jenis komoditas laut, diharapkan bisa merubah komoditas
tersebut baik dari segi kualitas maupun kuantitas jika dibandingkan
dengan komoditas lain yang sama yang hidup bebas di alam.
- Potensi
- Memberdayakan masyarakat
- Menjaga kelestarian ekosistem di alam
PRINSIP DASAR BUDIDAYA LAUT
Kegiatan budidaya laut pada dasarnya sama
dengan budidaya perikanan darat. Budidaya laut merupakan kegiatan yang
baru di dunia perikanan. Beberapa alasan budidaya laut bisa berkembang,
diantaranya sumber daya ikan yang ditangkap sudah menurun sehingga
nelayan beralih ke budidaya, budidaya perikanan di darat banyak mengalami
hambatan dan harga atau nilai jual komoditas budidaya laut relatif
lebih tinggi dibanding dengan budidaya air tawar.
A. Pemilihan Jenis Komoditas
Ada beberapa aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam penentuan pilihan biota laut yang akan
dibudidayakan, diantaranya aspek permintaan pasar, pasok benih, sediaan
teknologi budidaya, sediaan lahan, dan kemungkinan timbulnya dampak
negatif terhadap lingkungan. Pertimbangan untuk memilih komoditas laut
yang akan dibudidayakan :
- Sebaiknya mengembangkan spesies asli / lokal daripada introduksi atau impor.
- Memilih spesies yang sesuai dengan permintaan pasar.
- Diversifikasi spesies budidaya diprioritaskan pada ikan pemakan plankton dan ikan herbivora. Jumlahnya lebih banyak daripada ikan karnivora.
- Jenis ikan pelagis lebih mudah dibudidayakan dilihat dari penerapan teknologinya dibandingkan dengan ikan demersal.
- Ikan yang tidak hanya bisa bernafas dengan insang atau ikan yang mempunyai labirin lebih mudah pemeliharaan dan tidak memerlukan mutu air yang baik.
- Ikan yang teknologi pembenihannya sudah maju sehingga pasokan benih baik jumlah dan kualitasnya tersedia setiap saat.
- Seluruh siklus hidup ikan budidaya harus dapat dikontrol dan teknologinya sudah dikuasai.
Banyak jenis biota laut yang sudah biasa dibudidayakan, seperti jenis ikan, krustasea, moluska, echinodermata, dan rumput laut.
B. Pemilihan Lokasi
Sebagai langkah awal budidaya laut adalah
pemilihan lokasi budidaya yang tepat. Oleh karena itu, pemilihan dan
penentuan lokasi budidaya harus didasarkan pertimbangan ekologis,
teknis, higienis, sosio-ekonomis, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pemilihan lokasi sebaiknya dilakukan
dengan mempertimbangkan gabungan beberapa faktor yang dikaji secara
menyeluruh.
1. Persyaratan teknis
Sesuai dengan sifatnya yang sangat
dipengaruhi oleh kondisi perairan, lingkungan bagi kegiatan budidaya
laut dalam keramba jaring apung sangat menentukan keberhasilan usaha.
Pemilihan lokasi yang baik harus memperhatikan aspek fisika, biologi,
dan kimia perairan yang cocok untuk biota laut. Selain itu, pemilihan
lokasi perlu juga mempertimbangkan aspek efisiensi biaya operasional
budidaya.
2. Persyaratan sosial-ekonomi
Berikut beberapa aspek sosio ekonomi yang perlu mendapat perhatian dalam pemilihan dan penentuan lokasi.
a) Keterjangkauan lokasi. Lokasi budidaya yang dipilih sebaiknya adalah lokasi yang mudah dijangkau.
b) Tenaga kerja. Tenaga kerja sebaiknya
dipilih yang memiliki tempat tinggal berdekatan dengan lokasi budidaya,
terutama pemberdayaan masyarakat dan nelayan.
c) Sarana dan pra sarana. Lokasi
budidaya sebaiknya berdekatan dengan sarana dan prasarana perhubungan
ynag memadai untuk mempermudah pengangkutan bahan, benih, hasil dan
lain-lain.
d) Kondisi masyarakat. Kondisi
masyarakat yang lebih kondusif akan memungkinkan perkembangan usaha
budidaya laut di daerah tersebut.
3. Persyaratan non-teknis
Persyaratan non-teknis yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi adalah :
a) Keterlindungan. Lokasi budidaya
harus terlindung dari bahaya fisik yang dapat merusaknya. Misalnya
gelombang besar dan angin. Oleh karena itu, lokasi budidaya biasanya
dipilih di tempat yang terlindung atau terhalang oleh pulau.
b) Keamanan lokasi. Masalah pencurian
harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi budidaya agar proses
budidaya aman dan tidak terganggu.
c) Konflik kepentingan. Lokasi
budidaya tidak boleh menimbulkan konflik kepentingan, misalnya, antara
kegiatan perikanan dan nonperikanan (pariwisata).
d) Aspek peraturan dan
perundang-undangan. Pemilihan lokasi harus sesuai dan tidak melanggar
peraturan agar budidaya dapat berkelanjutan.
C. Teknis Budidaya
Berbeda dengan budidaya air tawar, komoditas
budidaya laut cukup banyak. Selain itu, metode atau teknologi budidaya
laut lebih beragam, mulai dari pemanfaatan lahan dasar, penggunaan
jaring atau rak tancap ( pen Culture ), Keramba Jaring apung.
a) Jaring Tancap
Jaring tancap ( pen Culture ) biasanya
dipasang di bawah ( kolong ) rumah nelayan di pinggir pantai atau
dipasang di tengah laut pada kedalaman 2-8 meter waktu surut terendah.
Jaring tancap merupakan jaring kantong berbentuk persegi yang dipasang
pada kerangka bambu atau kayu yang ditancap pada dasar perairan.
Pasangan kayu / bambu ditancap rapat, seperti pagar, atau hanya dipasang
di bagian sudut kantong jaring. Jaring sebagai lapisan dalam diikatkan
pada kayu.
b) Keramba jaring apung
Keramba Jaring Apung ( KJA ) dapat dibuat
dalam berbagai ukuran. Desain dan bahan tergantung pada kemudahan
penanganan, daya tahan bahan baku,harga, dan faktor lainnya. Jaring atau
wadah untuk pemeliharaan ikan di laut dibuat dari bahan polietilen.
Bentuk dan ukuran bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan yang
dibudidayakan, ukuran ikan, kedalaman perairan, serta faktor kemudahan
dalam pengelolaan.
( Berbagai Sumber )
( Berbagai Sumber )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar